Source
Plak! Tamparan keras rasa-rasanya baru saja menghampiri pipi tembam ini. Seperti cerita orang-orang yang sedang melamun kemudian seorang teman iseng membangunkan lamunannya dengan sebuah tamparan di pipi. Tak enak rasanya, ingin ku balas dalam hati berkata. Tapi, teringat dulu Ibu pernah berpesan bahwa tidak baik melamun di siang bolong. Ku urungkan niat balas dendam karena membuyarkan kesenangan sesaat pada waktu itu.
|
Hobi
menonton FTV (Film Televisi) entah kenapa terkadang membuat khayalan-khayalan
babu yang sering orang buat sebagai candaan muncul. Khayalan ingin mengalami
cerita-cerita lucu dan manis seperti yang disuguhkan alur cerita FTV yang
terkadang memang tidak masuk akal, tapi menghibur. Sifat optimis yang selalu
tertanam sejak dulu ternyata membawa berkah yang entah bagaimana caranya
membawaku ke dalam cerita-cerita yang dulu ku pikir mustahil ada di kehidupan
nyata.
Waktu itu
hari yang melelahkan untuk seorang mahasiswa semester 5 yang juga nyambi sebagai pekerja pada waktu yang
bersamaan. Pagi harinya menimba ilmu, siang hingga malamnya mencari nafkah
untuk dirinya sendiri dan sedikit untuk keluarga. Tak pernah ada waktu untuk
cinta, kata-kata yang sering menjadi ledekkan teman-teman. Ya, memang hal itu
tak pernah menjadi prioritas pada saat itu. Mungkin kata-kata Tuhan suka
bercanda itu bukan ungkapan jenaka semata. Nyatanya, di situasi yang sepertinya
tidak memungkinkan untuk membagi waktu ke hal-hal yang aku anggap remeh-temeh,
Yang Maha Memberi, secara tiba-tiba mempertemukanku dengan orang yang bahkan
tak pernah tersirat dalam benakku.
Tukang
bakso Malang di depan Stasiun menjadi saksi bagaimana kisah singkat itu
bermula. Rasa lapar sepulang kerja sudah tak lagi bisa berkompromi. Cacing-cacing
yang mungkin hidup di dalam perut buncit ini sudah menagih haknya untuk
dipenuhi. Tukang bakso Malang yang memang biasa berjualan di depan stasiun
menjadi satu-satunya pilihanku. Uang yang tak seberapa tersisa di dompet akhirnya
berpindah ke tangan si abang tukang bakso, selain dalih untuk menghindari perut
ini semakin buncit, bakso Malang yang memang tidak terlalu bikin perut sesak
menjadi pilihan terbaik. Di luar dugaan, ternyata cacing-cacing yang tidak mau
berkompromi menunjukkan maksud aslinya kenapa aku diharuskan berhenti sejenak
sebelum pulang dan menyantap bakso Malang depan Stasiun itu. Secara tiba-tiba,
seperti Tuhan yang suka bercanda seketika, seseorang yang cukup mengalihkan
rasa laparku itu datang duduk tepat di sebelah tempat aku duduk di atas bangku
plastik hijau yang sudah mulai reot, entah karena memang bangkunya sudah rusak
atau karena ia tak kuat menahan beban berat badanku, tapi ya sudahlah.
Sekitar
dada rasanya tiba-tiba berdegup terburu-buru, posisi dudukpun sudah tak bisa
tenang seperti pertama tadi, ada apa ini? Siapa dia? Bagaimana bisa? Banyak
pertanyaan yang tiba-tiba bermunculan seperti jagung yang baru berubah menjadi Popcorn, meletup-letup sampai keluar
dari wadahnya. Pesanan bakso sudah siap, entah kenapa jadi kalang kabut, terlalu banyak yang dipikirkan, sampai bingung
harus makan seperti apa. Ya, berlebihan rasanya, aku juga tak kenal siapa
diriku. Aneh! Berlebihan! Tapi lucu, sudah lama rasanya tak pernah mengalami
hal-hal menggelikan, menjadi canggung, tapi senang. Eh! Tunggu dulu, seingatku
memang belum pernah terjadi momen semacam itu atau mungkin pernah hanya saja
tak pernah se-senang mendapatkan kejutan waktu bukan di hari ulang tahunmu, mau
lompat-lompat rasanya, tapi malu. Kegembiraan itu ternyata hanya sebentar,
baksonya sudah habis, ritual merokok setelah makan juga sudah selesai, mau ajak
berkenalan tapi takut, juga tersipu, harus apalagi pikirku. Akhirnya kami
berpisah di sana, aku pergi ke tempat parkir langgananku sedangkan ia juga
demikian.
Perjalanan
pulang tidak lagi seperti biasanya, senyum-senyum sendiri sambil terkadang
diselingi teriakan-teriakan dari lagu melalui headset yang kupasang untuk menemani perjalanan pulang.
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul lagi, siapa dia? Tinggal dimana? Apa mungkin
ada kesempatan lain kami bisa bertemu lagi? Benar-benar gemas rasanya. Akhirnya
sampai juga di rumah! Ucapku bersyukur saat itu setelah melalui hari yang cukup
melelahkan. Ritual bersih-bersih dan teman-temannya tak lupa aku lakukan
sebelum merebahkan tubuh lelah dan berat ini ke atas kasur tipis di kamar. Tak
lama, handphone berbunyi tanda pesan
dari seseorang melalui Line. Kaget bukan main rasanya, mau berguling-guling di
kasur karena terlampau kesenangan, tapi tetap, malu! Khayalan babu yang dulu
pernah dibuyarkan ternyata bukan lagi mustahil terjadi di kehidupan nyata. Ah! Senang sekali! Ternyata itu dia,
bertanya “lo yang tadi di tukang bakso Malang di depan stasiun, ya?”.